31 December 2011

Suatu Pagi di Batu Tulis


Kabut pagi melayang
Saat terjejak kaki di batu tulis
Daerah impian seorang lelaki perkasa
Yang ingin istirahat damai di sini
Tapi tak sesampaian
Tapi tak kesampaian

Batu tulis
Angan terakhir seorang lelaki perkasa
Yang gelegar suaranya mencapai lima benua
Kepalan tangannya membangkitkan semangat seluruh rakyat
Cita-citanya membakar hati anak bangsa
Cintanya setinggi langit sedalam bumi


Kabut kelabu melayang
Ke bukit-bukit, ke lembah-lembah
Dan di batu tulis
Kelu hatiku mencari
Dimanakah lelaki perkasa itu dibaringkan?

Air gemericik di sela bebatuan
Angin semilir menggoyang dedaunan
Embun menetes di kelopak bunga
Burung berkicau di puncak-puncak pohon
Dan suara seruling mendayu jauh
O, damai nirwana
Tapi dimanakah engkau dibaringkan, Bung?

Pagi di batu tulis
Serasa ku dengar gelegar suaramu
Hasrat akan penyatuan suku menjadi satu
Bangsa yang kokoh
Indonesia yang telah kau bakar dengan api semangatmu
Indonesia yang telah kau tempa dengan gada cita-citamu
Indonesia yang kemudian bersatu padu
Terentang panjang dari Sabang sampai Merauke
Indonesia yang Irian yang Aceh yang Bali
Yang Jawa yang Batak yang Sumbawa
Yang Manado yang Toraja yang Banten
Yang Islam yang Kristen yang Budha yang Hindu
Yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Beratus juta kami berpadu kental
Oleh api semangat dan perjuanganmu
Yang tak kenal menyerah
Dan kemudian, dalam sakit dan lelah
Dalam kekecewaan dan kegetiran yang pekat
Kau memohonkan istirahat yang damai
Di sini, di batu tulis
Di bawah kerimbunan pepohonan
Di tepi bening air memercik
Di belai hembusan angin pegunungan
Tapi dimanakah akhirnya engkau dibaringkan, Bung?
Dimanakah engkau akhirnya di baringkan?
Engkau tidak ada di sini
Kami takkan pernah melihat lagi engkau
Dan kepalan tanganmu takkan pernah lagi
Membangkitkan semangat kami

Dan bila kini air mata kami sering menetes
Itu adalah karena cita-citamu telah jauh tertinggalkan
Kami yang kini di pilah-pilah oleh kemakmuran
Yang pincang oleh agama, oleh suku
Oleh pemikiran-pemikiran yang menyesatkan
Bung, kami rindu
Mendengar bahana suaramu
Meneriakkan Bhineka Tunggal Ika
Di jantung dan lidah
Siapakah kekuatan itu kini kami temukan?

Pagi di batu tulis
Aku takkan pernah tahu
Apakah kerinduanmu atasnya masih menyala

Tapi aku tahu generasi muda bahkan generasimu
Yang tersisa kini mengakui
Engkau adalah sejarah dan sejarah adalah engkau
Maka Bung,
Alirkan kekecewaanmu di air memercik, di bebatuan batu tulis
Daerah yang takkan pernah menjadi tempat istirahat damaimu

Kenangan untuk Bung Karno
Yang merindukan istirahat abadi
Di sini...

Karya: Anonim

No comments:

Post a Comment

Free Butterfly Cursors at www.totallyfreecursors.com